oleh: P. Regis Scanlon, O.F.M. Cap.
Guna
memahami peran istimewa St Yosef dalam kehidupan Gereja pada masa kini,
kita pertama-tama perlu memahami pesan SP Maria dari Fatima pada tahun
1917 dan kondisi moral masyarakat modern kita. Tetapi, bahkan sebelum
itu, haruslah kita memahami peringatan-peringatan biblis yang jelas
sehubungan dengan baik pesan Fatima maupun kondisi moral kita sekarang
ini.
Kunci
petunjuk biblis mengenai suatu masyarakat yang jahat dan rusak moralnya
adalah merajalelanya pembunuhan dan homoseksualitas. Sebab, ketika
Tuhan memusnahkan masyarakat yang jahat pada jaman Nuh dengan air bah,
Ia melakukannya karena mereka terutama adalah para pembunuh (Kej 6-9).
Tuhan bersabda kepada Nuh, “Dari setiap manusia Aku akan
menuntut nyawa sesama manusia. Siapa yang menumpahkan darah manusia,
darahnya akan tertumpah oleh manusia” (Kej 9:5). Dan,
ketika Tuhan mengutus para malaikat-Nya dalam rupa manusia guna
memperingatkan Lot bahwa Tuhan hendak memusnahkan Sodom dan Gomora
dengan api (Kej 18-19), para laki-laki yang rusak moralnya dari
kota-kota purba ini bahkan berusaha untuk melakukan “hubungan intim”
dengan para utusan Allah ini (Kej 19:5).
St Yudas Tadeus dan St Petrus mengingatkan bahwa manusia pada jaman “Nuh” dan “Sodom dan Gomora” dihadirkan di hadapan kita “sebagai peringatan kepada semua orang” (Yud 1:7) dengan menunjukkan “suatu peringatan untuk mereka yang hidup fasik di masa-masa kemudian” (2 Pet 2:5-9).
Jadi, ketika merajalelanya pembunuhan dan homoseksualitas menjadi
karakteristik suatu masyarakat, maka warga masyarakat tersebut mestinya
tahu bahwa mereka akan dihukum dengan air bah dan api serta menjalani
suatu penghukuman begitu rupa, dengan hanya menyisakan mereka yang baik.
Sebagian
besar umat Katolik pastilah ingat bahwa Santa Perawan Maria menampakkan
diri pada tahun 1917 kepada tiga anak: Lucia, Jacinta, dan Francisco,
di Fatima, Portugal. Bunda Maria meminta “doa” dan “penitensi,” dan
secara istimewa doa rosario, guna mengatasi kejahatan di dunia. (1)
Bunda Maria memperlihatkan kepada anak-anak suatu penglihatan yang
dikatakan Lucia (kelak Sr Lucia dos Santos dari Hati yang Tak Bernoda)
sebagai “begitu mencekam dan membuat kami gemetar ketakutan.” (2) Bunda
Maria mengatakan kepada anak-anak, “Kalian telah melihat neraka ke mana
jiwa-jiwa pendosa yang malang pergi.” (3) Sekali lagi, Beata Jacinta
Marto mengatakan, “Dosa yang membawa paling banyak jiwa-jiwa ke neraka
adalah dosa daging. Mode-mode baju tertentu akan diperkenalkan, yang
akan sangat menghinakan Tuhan kita ... Janganlah membiarkan dirimu
dibalut baju-baju yang tidak pantas.” (4) Ketika Sr Lucia ditanya
bagaimana Jacinta tahu bahwa “dosa-dosa daging” adalah “jenis dosa yang
paling menghinakan Tuhan,” ia menjawab, “mungkin ia menanyakannya kepada
Bunda Maria sendiri.” (5)
Bunda
Maria juga mengatakan kepada anak-anak itu bahwa jika manusia tidak
bertobat dari dosa-dosa mereka, Rusia akan menyebarkan kesesatannya ke
segenap penjuru dunia, beberapa negara akan dibinasakan, yang baik akan
diniaya, dan Bapa Suci akan banyak menderita. Pada akhirnya, Hatinya
yang Tak Bernoda akan menang, Rusia akan dipertobatkan, dan akan ada
suatu masa damai. (6)
Guna
membuktikan kebenaran pesannya, Bunda Maria mengadakan suatu mukjizat
yang memukau pada tanggal 13 Oktober 1917, yang disaksikan oleh
limapuluh hingga tujuhpuluh ribu orang saksi mata. Para atheis, yang
mencetak berita mengenai peristiwa ini dalam koran-koran duniawi mereka,
termasuk di antara para saksi mata. Kita dapat melihat foto-foto dari
berita-berita koran tersebut dalam buku-buku mengenai mukjizat Fatima.
(7) Mukjizat yang terjadi meliputi matahari berputar dan tampak seolah
jatuh ke bumi. Tanah (lumpur) dan pakaian orang banyak, yang tadinya
basah kuyup hari itu oleh sebab hujan yang terus sebentar-sebentar
datang dan pergi, sekonyong-konyong sama sekali kering dalam sekejap.
Koran-koran duniawi tak dapat menjelaskan peristiwa ini sebab menyangkut
suatu perubahan kondisi fisik yang dapat dilihat dengan mata, yang di
luar akal manusia, dan teristimewa karena “waktu dan tempatnya secara
tepat telah diumumkan secara publik beberapa bulan sebelumnya” oleh
anak-anak Fatima. (8)
Tak
diragukan lagi, hujan dan matahari di Fatima melambangkan air bah di
jaman Nuh dan api di jaman Lot. Pesan Fatima adalah: apabila manusia
tidak mengubah cara hidup mereka, maka Tuhan akan sekali lagi harus
memurnikan dunia dengan hanya menyisakan mereka yang baik.
Sr
Lucia baru-baru ini mengatakan bahwa peringatan Bunda Maria di Fatima
juga ada hubungannya dengan kemungkinan akan terjadinya suatu “perang
atom,” sementara manusia melangkah memasuki ambang nuklir menjelang abad
ke-21. (9) Kemungkinan akan terjadinya perang nuklir ini juga
dinyatakan secara tidak langsung oleh Konsili Vatikan Kedua pada tahun
1965 ketika para Bapa Konsili memaklumkan, “Jangan pula harapan semu
mengelabui kita. Sebab kalau permusuhan dan kebencian tidak
disingkirkan, dan di masa mendatang tidak diadakan perjanjian-perjanjian
yang andal dan jujur tentang perdamaian semesta, barangkali umat
manusia, yang kini sudah berada dalam bahaya besar, kendati berbekalkan
ilmu pengetahuan yang mengagumkan, akan hanyut ke arah yang fatal, yakni
saatnya tidak ada kedamaian lain lagi yang dialaminya, kecuali
kedamaian maut yang mengerikan.” (10)
Penjelasan
lebih lanjut akan pesan Fatima dapat diperoleh apabila kita mempelajari
pesan-pesan Santa Perawan Maria kepada Sr Agnes Sasagawa pada tahun
1973 di Akita, Jepang, tempat terjadinya dua malapetaka nuklir, yaitu
Nagasaki dan Hiroshima. Keabsahan pesan-pesan Santa Perawan Maria kepada
Sr Agnes tampaknya diakui oleh Kardinal Joseph Ratzinger, prefek
Kongregasi Ajaran Iman. Ordinaris Niigata, Jepang, pada waktu itu, Uskup
Yohanes S. Ito, D.D., mengunjungi Kardinal Ratzinger sehubungan dengan
surat pastoralnya yang mengesahkan pesan yang disampaikan Bunda Maria
kepada Sr Agnes Sasagawa pada tangga 13 Oktober 1973 (peringatan 56
tahun mukjizat matahari di Fatima). Sementara Vatikan belum memberikan
persetujuan resmi atas surat pastoral Uskup Ito (yang akan membutuhkan
penelitian bertahun-tahun lamanya), Vatikan memang memaklumkan bahwa
“tidak berkeberatan atas kesimpulan akhir dari surat pastoral tersebut.”
(11)
Uskup
Ito memaklumkan dalam surat pastoralnya bahwa Santa Perawan mengatakan
kepada Sr Agnes bahwa “Karya setan akan merembes bahkan ke dalam Gereja
begitu rupa hingga orang akan melihat kardinal melawan kardinal, uskup
melawan uskup.” (12) Lebih lanjut, Santa Perawan mengatakan:
“Seperti
telah kukatakan kepadamu, jika manusia tidak bertobat dan memperbaiki
diri, Bapa akan mendatangkan suatu penghukuman yang ngeri atas segenap
umat manusia. Suatu penghukuman yang lebih dahsyat dari air bah, seperti
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Api akan jatuh dari langit dan
akan membinasakan sebagian besar umat manusia, yang baik maupun yang
jahat, tanpa mengecualikan baik para imam maupun umat beriman.” (13)
Uskup
Ito menyatakan bahwa “pesan Akita sama seperti pesan Fatima.” (14)
Tetapi, pesan Akita seperti tersebut di atas tidak kita dapati dalam
pesan-pesan Fatima yang sudah disingkapkan. Jadi, pesan-pesan itu
pastilah didapati dalam rahasia ketiga yang disampaikan kepada paus
untuk dibaca oleh penerusnya pada tahun 1960, namun yang tidak pernah
disingkapkan secara resmi. (15) Sesungguhnya, ketika orang-orang di
Fulda, Jerman menanyakan kepada Paus Yohanes Paulus II apakah rahasia
Fatima yang ketiga memuat suatu ancaman dari Tuhan, Bapa Suci
menanggapi,
“Apabila
terdapat suatu pesan di mana dikatakan bahwa samudera raya akan
membanjiri seluruh bagian bumi; bahwa, dari satu waktu ke waktu, jutaan
orang akan binasa ... maka tak ada lagi gunanya orang sungguh ingin
mempublikasikan pesan rahasia ini.
Banyak
orang yang ingin tahu hanya demi memuaskan rasa ingin tahu mereka, atau
karena gemar akan sensasi, tetapi mereka lupa bahwa `tahu' mendatangkan
bagi mereka suatu tanggung jawab. Sungguh berbahaya hanya ingin
memuaskan rasa ingin tahu belaka, jika orang sudah yakin bahwa kita tak
dapat berbuat apa-apa guna mencegah malapetaka seperti yang telah
dinubuatkan....
(Di
sini, Bapa Suci mengunjukkan rosarionya seraya mengatakan:) Inilah
senjata ampuh melawan segala kejahatan! Berdoa, berdoa dan tidak meminta
yang lainnya. Serahkanlah segala sesuatunya dalam tangan Bunda Allah!”
(16)
Di
kemudian hari, Kardinal Ratzinger mengakui dalam sebuah wawancara
dengan seorang wartawan, Vittorio Messori, bahwa ia telah membaca pesan
rahasia Fatima yang ketiga. Messori kemudian bertanya mengenai “rahasia”
tersebut kepada Kardinal.
“Berbagai
macam versi yang tak dapat disangkal beredar di seluruh dunia, yang
menggambarkan isi dari `rahasia' tersebut sebagai menggelisahkan,
apokaliptik, sebagai peringatan akan kesengsaraan yang dahsyat. Paus
Yohanes Paulus II sendiri, dalam suatu kunjungan pribadi ke Jerman,
tampaknya menegaskan (meski dengan perkataan panjang lebar yang
bijaksana, secara pribadi, kepada sekelompok tertentu) isi teks tersebut
yang tak dapat disangkal memang mencemaskan. Sebelum beliau, Paus
Paulus VI, dalam ziarahnya ke Fatima, juga tampaknya telah menyinggung
tema `apokaliptik' dari `rahasia' tersebut. Mengapakah tidak pernah
diputuskan untuk mempublikasikannya, jika hanya akan menimbulkan
dugaan-dugaan yang gegabah?” (17)
Kardinal
Ratzinger menanggapi bahwa menyingkapkan rahasia yang ketiga tersebut
tidak akan menambahkan sesuatu yang perlu untuk diketahui umat Kristiani
dan bahwa hal itu “akan berarti mengekspos Gereja kepada bahaya
sensasi, dengan mengeksploitasi isinya,” juga tampak “menegaskan (meski
dengan perkataan panjang lebar yang bijaksana)” bahwa isi dari rahasia
Fatima yang ketiga memang mengandung pesan-pesan yang “menggelisahkan”
itu. (18) Jadi, sementara Kardinal Ratzinger tak hendak menyangkal
peringatan-peringatan Fatima, ia juga menghendaki orang banyak tahu
bahwa “Santa Perawan tidak sedang membuat-buat sensasi; ia tidak
menciptakan ketakutan”; pula ia tidak mengatakan bahwa abad ke-20 adalah
akhir dunia. (19)
Dengan
demikian, pesan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1980 mengenai rahasia
Fatima yang ketiga dan ancaman air bah dan api, serupa dengan wahyu
yang disampaikan Santa Perawan kepada Sr Agnes di Akita pada tahun 1973.
Dan, jika pesan-pesan ini bukan bagian dari pesan Fatima, maka Kardinal
Ratzinger kemungkinan akan menolak Uskup Ito untuk mempublikasikannya.
(20) Maka, pesan-pesan Akita dapat dipercaya, dan peringatan Fatima
tahun 1917 tampaknya adalah: jika umat manusia tidak bertobat, maka
Tuhan akan harus mengirimkan suatu penghukuman (suatu tindak belas
kasihan) demi menyelamatkan umat manusia dari membinasakan diri mereka
sendiri lewat perang nuklir.
Pelindung Sakramen Mahakudus dan Keluarga
Tetapi,
pesan-pesan dari Fatima dan Akita lebih dari sekedar kemungkinan
penghukuman. Pertama-tama, penampakan pada tahun 1917 di Fatima dimulai
dengan kunjungan seorang malaikat, yang mengundang ketiga anak itu untuk
menirunya dan mendaraskan doa berikut, sementara ia merebahkan diri (=
prostratio) dalam sembah sujud di hadapan sebuah Hosti dan Piala yang
melayang-layang di udara, “Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putra dan Roh
Kudus, aku menyembah-Mu dengan segenap hati! Aku persembahkan kepada-Mu
Tubuh dan Darah Mahasuci, Jiwa dan Ke-Allah-an Tuhan kami Yesus Kristus,
yang hadir di segenap tabernakel di seluruh dunia, demi silih bagi
segala penghinaan yang dilakukan terhadap-Nya!” (21) Pesan senada
disampaikan kepada Sr Agnes dari Akita yang adalah anggota komunitas
Para Abdi Ekaristi, sebuah biara yang didirikan demi mengasihi secara
lebih mendalam Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi. Bunda Maria
mengatakan kepada Sr Agnes bahwa komunitas religiusnya perlu
menambahkan kata “sungguh” dalam doa Ekaristi mereka, “Yesus yang hadir
dalam Ekaristi,” sehingga doa tersebut menjadi, “Yesus yang SUNGGUH
hadir dalam Ekaristi.” (22)
Kedua, Sr Lucia mengatakan mengenai suatu penglihatan yang menyertai mukjizat matahari di Fatima,
“Setelah
Bunda Maria menghilang ke kedalaman langit nun jauh, kami melihat St
Yosef dengan Kanak-kanak Yesus dan Bunda Maria bergaun putih dengan
mantol biru, di samping matahari. St Yosef dan Kanak-kanak Yesus tampak
memberkati dunia, sebab mereka membuat Tanda Salib dengan tangan
mereka.” (23)
Serupa
dengan itu, malaikat pelindung Sr Agnes berbicara kepadanya ketika
komunitas religius sedang berkumpul bersama di kapel untuk berdoa
memohon “perlindungan St Yosef” dalam karya mereka demi terlebih
mengasihi dan meyakini Kehadiran Nyata Kristus dalam Sakramen Mahakudus.
(24) Kata-kata malaikat sungguh penting, “Doa ini sungguh amat
menyenangkan Yesus dan Maria. Doa ini akan didengar… (Tetapi) Sungguh
sayang, tidak ada tanda lahiriah di sini demi menghormati St Yosef.
Mintalah kepada superiormu untuk mengadakan suatu tanda lahiriah demi
menghormati St Yosef, apabila kalian dapat, bahkan meski tidak harus
sekarang juga.” (25)
Jadi,
baik Fatima maupun Akita, keduanya menunjuk pada pentingnya Sakramen
Mahakudus dan Keluarga Kudus, sungguh setiap keluarga, dan pentingnya St
Yosef dalam melindungi keduanya sementara Gereja melangkah menuju abad
ke-21. Sama seperti Sakramen Mahakudus adalah pusat kehidupan dan kasih
dalam Gereja, demikian pula keluarga adalah pusat kehidupan dan kasih
dalam masyarakat manusia. St Yosef adalah pelindung kedua pusat
kehidupan dan kasih tersebut sementara kita menuju Milenium Kristiani
Ketiga!
Dan Bagaimanakah Umat Manusia Berkembang Sejak 1917?
Paus
Yohanes Paulus II menunjukkan bahwa “masa depan umat manusia dibentuk
melalui keluarga” (26) Tetapi revolusi seksual tahun 1960
mengembangbiakkan banyak “dosa daging” yang menyerang intisari
keberadaan kehidupan dan kasih sementara ia berkembang dalam keluarga
manusia (misalnya pornografi, kontrasepsi, kawin cerai, homoseksualitas,
aborsi, pembunuhan bayi-bayi, eutanasia, dsb). Sebab itu, pada masa
sekarang Bapa Suci mengatakan, “dengan begitu keluarga menanggung luka
yang fatal dan profanasi menyangkut hakekatnya sebagai persekutuan cinta
kasih, serta panggilannya menjadi `kenisah kehidupan.'” (27)
Paus
Yohanes Paulus II mengatakan bahwa pada masa kini “kita menghadapi
perbenturan yang dahsyat dan dramatis sekali antara kebaikan dan
kejahatan, antara maut dan hayat, antara `kebudayaan maut' dan
`kebudayaan hidup.'” (28) Beliau mengatakan bahwa besarnya jumlah aborsi
dan pembunuhan bayi-bayi sekarang ini, menunjukkan bahwa dunia telah
kembali pada suatu “keadaan barbarisme (kebuasan), yang sebenarnya
diharapkan sudah ditinggalkan untuk selamanya.” (29) Dengan demikian,
Paus mengatakan, “kita sedang menghadapi ancaman yang dahsyat terhadap
hidup: bukan saja hidup orang perorangan, melainkan juga hidup peradaban
sendiri.” (30) Sungguh, sementara kekerasan berkembang pesat dan
menyebar ke seluruh dunia, orang bertanya-tanya apakah tidak ada suatu
perlombaan untuk melihat yang manakah yang akan datang terlebih dahulu,
perang nuklir ataukah ambang abad ke-21.
Revolusi
seksual tahun 1960 dengan moralitas seksualnya yang serba
memperturutkan kata hati juga telah menorehkan luka mendalam pada
Gereja, setidaknya jika Amerika Serikat dipakai sebagai ukuran. Jajak
Pendapat tahun 1992 terhadap umat Katolik Amerika Serikat menunjukkan
bahwa sekitar 70% dari orang yang menyebut diri Katolik menyangkal
pengajaran paus di banyak bidang, teristimewa dalam bidang seksualitas
manusia, misalnya kontrasepsi, dsbnya. (31) Dan, para pejabat Gereja
menyatakan bahwa “menurut jajak pendapat hanya 30% dari umat beriman
kita yang percaya akan apa yang Gereja ajarkan mengenai kehadiran nyata
Yesus dalam Ekaristi.” (32) Kemungkinan besar, ke-70% orang yang
menyebut diri Katolik, yang menyangkal pengajaran paus mengenai
seksualitas manusia, adalah ke-70% yang sama yang tidak percaya akan apa
yang Gereja ajarkan mengenai Ekaristi. Apabila ke-70% umat ini menerima
Komuni Kudus pada hari-hari Minggu, hal ini akan merupakan suatu
peningkatan yang luar biasa dalam “penghinaan” yang dilakukan terhadap
Sakramen Mahakudus sejak peringatan malaikat pada tahun 1917 mengenai
hal ini (1Kor 11:27-32)! Jadi, iklim moral dalam Gereja dan dunia, telah
menjadi jauh lebih buruk sejak pesan Santa Perawan Maria dari Fatima
tahun 1917. Sebab itu, kita membutuhkan pertolongan. Kita membutuhkan
seorang perantara yang pasti bagi abad ini!
St Yosef di Urutan Kedua Hanya Sesudah Santa Perawan Maria
Sejauh
yang saya ingat, gereja-gereja Katolik Ritus Roma di Amerika Serikat
menempatkan sebuah patung Santa Perawan Maria dan sebuah patung St Yosef
di sanctuarium gereja. Penataan gereja yang demikian, yaitu tabernakel
di tengah dan patung Santa Perawan Maria serta St Yosef di masing-masing
sisi sanctuarium, tampaknya telah menjadi suatu kebiasaan dalam Gereja
Barat. (33)
Gereja
selama berabad-abad telah sadar benar akan martabat agung St Yosef dan
telah menaruh penghormatan besar kepadanya. Paus Yohanes Paulus II
mengatakan bahwa “Para Bapa Gereja sejak abad-abad awal menekankan bahwa
sama seperti St Yosef dengan penuh kasih melindungi Maria dan dengan
senang hati membaktikan diri dalam membesarkan Yesus Kristus, demikian
pula ia memelihara serta melindungi Tubuh Mistik Kristus, yaitu Gereja.”
(34) Gereja menjadi semakin jelas mengenai perantaraan santo agung ini
sepanjang abad-abad pertengahan. Sebagai contoh, dalam abad ke-16, St
Theresia dari Avila mengatakan mengenai devosi kepada St Yosef:
“…
aku tahu dari pengalamanku bahwa St Yosef yang mulia ini menolong dalam
setiap dan segala kebutuhan kita. Tuhan hendak membuat kita mengerti
bahwa, oleh sebab di dunia Ia taat kepadanya yang disebut sebagai
bapa-Nya, yang sebagai pelindung-Nya harus ditaati-Nya, maka sekarang di
surga Ia masih tetap melakukan apapun yang diminta St Yosef.
Orang-orang
lain, yang berpaling kepada St Yosef atas anjuranku, mendapatkan
pengalaman yang sama; dan sekarang ini ada banyak orang yang
menghormatinya dan terus mendapati kebenaran akan apa yang aku katakan.”
(35)
Namun demikian, baru pada tahun 1870 Paus Pius IX memaklumkan St Yosef sebagai “Pelindung Gereja Katolik”. (36)
Paus
Yohanes Paulus II mengatakan bahwa, “Bagi Paus Pius IX ini bukanlah
tindakan yang sia-sia, sebab dengan keutamaan martabat luhur yang telah
Tuhan anugerahkan kepada hamba-Nya yang paling setia, Yosef, `Gereja,
sesudah Santa Perawan, mempelainya, telah senantiasa memberikan
penghormatan besar kepadanya dan menyanjungnya dengan puji-pujian,
memohon pertolongannya di tengah-tengah pencobaan.'” (37) Melanjutkan
tema Paus Pius IX, Paus Leo XIII pada tahun 1889 menunjukkan bahwa St
Yosef adalah santo pelindung istimewa Gereja sebab ia adalah “pelindung
yang sah dan wajar, kepala dan pembela Keluarga Kudus.” (38) Ia adalah
pelindung dan pembela yang sah dan wajar dari Keluarga Kudus sebab ia
adalah suami Maria dan bapa asuh yang sah dari Yesus. Paus Leo XII
menyimpulkan, “Maka tepatlah dan sungguh pantas dari martabat Yosef
bahwa, dengan cara yang sama ia dahulu terus-menerus melindungi Keluarga
Nazaret, maka sekarang demikian pula ia melindungi dan membela dengan
perlindungan surgawinya, Gereja Kristus.” (39)
Sekarang,
Bapa Suci Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa St Yosef adalah pribadi
manusia yang paling akrab dengan Tuhan, setelah Bunda Maria, “Inilah
(Inkarnasi) tepatnya misteri di mana Yosef dari Nazaret `ikut ambil
bagian' tidak seperti manusia manapun terkecuali Maria, Bunda dari
Inkarnasi Sabda.” (40) Lagi, beliau mengatakan,
“Sudahlah
pasti bahwa martabat Bunda Allah begitu agung mulia hingga tak satu
makhluk ciptaan pun dapat melampauinya. Tetapi, karena Maria
dipersatukan dengan Yosef oleh ikatan perkawinan, maka tak dapat
diragukan bahwa Yosef lebih mendekati dari siapa pun ke keunggulan
martabat dengan mana Bunda Allah melampaui segenap makhluk ciptaan
dengan begitu luar biasa.” (41)
Pentingnya St Yosef bagi Milenium Kristiani Ketiga
Paus
Yohanes Paulus II mengatakan bahwa sekarang “Gereja membutuhkan
`kekuasaan dari tempat tinggi' yang istimewa (bdk Luk 24:49; Kis 1:8):
suatu karunia Roh dari Tuhan, suatu karunia yang bukannya tidak
berhubungan dengan perantaraan dan teladan para kudus-Nya.” (42) Ia
mengatakan bahwa di masa lampau “Gereja telah mempercayakan kepada Yosef
segala persoalannya, termasuk mara bahaya yang mengancam keluarga
manusia.” (43) Selanjutnya, Paus mengatakan, “Bahkan sekarang ini kita
memiliki banyak alasan untuk berdoa dengan cara serupa” dan
“mempercayakan semua orang kepada St Yosef.” (44) Lebih lanjut ia
menjelaskan, “Perlindungan ini sepatutnyalah dimohonkan karena
senantiasa diperlukan Gereja, bukan hanya sebagai pembela melawan segala
mara bahaya, melainkan juga, dan sungguh terutama, sebagai daya dorong
bagi komitmennya yang telah diperbaharui untuk evangelisasi di dunia dan
evangelisasi kembali di tanah-tanah dan bangsa-bangsa di mana `agama
dan kehidupan Kristen dahulunya berkembang dan … sekarang dihadapkan
dengan ujian yang berat'” (45) Bapa Suci memaklumkan bahwa “Doa-doa kita
dan St Yosef sendiri telah memperbaharui maknanya bagi Gereja pada masa
kita dalam terang Milenium Kristiani Ketiga.” (46)
Sebab
St Yosef adalah pelindung Gereja, maka ia adalah pelindung Ekaristi dan
keluarga Kristiani. Karenanya, patutlah kita berpaling kepada St Yosef
sekarang ini guna menangkal segala serangan atas Kehadiran Nyata Kristus
dalam Ekaristi dan atas keluarga. Hendaknyalah kita memohon kepada St
Yosef untuk melindungi Tuhan Ekaristi dan keluarga Kristiani sepanjang
masa yang sarat mara bahaya ini seperti ia melindungi Keluarga Kudus
semasa penganiayaan Kanak-kanak Suci oleh Raja Herodes (Mat 2:13-18).
Dan Bapa Suci Yohanes Paulus II penuh keyakinan ketika ia mengatakan
“Segenap umat Kristiani tidak hanya akan berpaling kepada St Yosef
dengan semangat yang lebih berkobar dan memohon perlindungannya dengan
penuh kepercayaan, melainkan juga akan senantiasa melihat di hadapan
mata mereka, caranya yang bersahaja dan matang dalam melayani dan dalam
`ikut ambil bagian' dalam rencana keselamatan.” (47)
Pentingnya Tanda Lahiriah akan Kehadiran St Yosef
Namun
demikian, kembalinya devosi kepada St Yosef mengalami tantangan oleh
karena kurangnya devosi kepada para kudus dalam lingkup Gereja Katolik
sekarang ini. Sungguh, banyak imam telah memindahkan patung St Yosef,
bersama dengan Sakramen Mahakudus dan patung Santa Perawan Maria, dari
sanctuarium. Dan, sementara Sakramen Mahakudus seringkali menggantikan
patung St Yosef di sisi altar, atau dipindahkan ke belakang gereja, atau
dalam sebuah kapel Ekaristi, patung St Yosef dipindahkan ke tempat yang
bahkan lebih terpencil, seperti serambi gereja, lorong sekolah, atau
bahkan dimasukkan dalam lemari.
Oleh
sebab itu, umat Katolik wajib mengatasi hambatan demi mengembangkan
devosi kepada St Yosef. Pertama, patutlah umat mengenal St Yosef secara
lebih mendalam. Dan, tentu saja sulit bagi mereka untuk mengenal St
Yosef, apalagi “senantiasa melihat(nya) di hadapan mata mereka,” seperti
yang didesakkan Paus Yohanes Paulus II, jika umat bahkan tidak melihat
suatu tanda akan kehadirannya dalam gereja dan kapel mereka. Sebab itu,
sungguh penting menempatkan patung St Yosef di sanctuarium gereja atau
kapel. Dan, kita tidak sedang berbicara mengenai suatu patung miniatur
yang mungil atau fantasi, melainkan suatu patung St Yosef yang cukup
besar, yang terlihat semua orang dan ditempatkan di bagian sanctuarium
yang menyolok. Hanya dengan cara demikian suatu paroki atau komunitas
religius dapat menyatakan diri serius dalam berdevosi kepada St Yosef.
Kosnili
Vatikan Kedua telah menasehatkan “supaya mereka dengan khidmad
mempertahankan apa yang di masa lampau telah ditetapkan mengenai
penghormatan patung-patung Kristus, Santa Perawan dan para kudus.” (48)
Senada dengan itu, Paus Yohanes Paulus II mengatakan, “Gambar sang
Perawan mendapatkan tempat terhormat di Gereja dan di rumah.” (49) Lagi,
Konsili Vatikan Kedua mengajarkan bahwa “menurut tradisi, para kudus
dihormati dalam Gereja dan relikwi asli serta gambar dan arca mereka
mendapat penghormatan.” (50) Lebih lanjut Konsili menasehatkan,
“Kebiasaan
menempatkan gambar-gambar atau patung-patung kudus dalam gereja untuk
dihormati oleh kaum beriman hendaknya dilestarikan. Tetapi jumlahnya
jangan berlebih-lebihan, dan hendaknya disusun dengan laras, supaya
jangan terasa janggal oleh umat Kristiani, dan jangan memungkinkan
timbulnya devosi yang kurang kuat.” (51)
Jadi,
“urutan yang benar” adalah Yesus (termasuk Tritunggal Mahakudus) di
urutan yang pertama, Santa Perawan Maria yang kedua, dan St Yosef yang
ketiga peran pentingnya dalam Keluarga Kudus dan Gereja. Maka, patung
Santa Perawan Maria dan patung St Yosef sepatutnya dihadirkan dalam
setiap gereja dan kapel, tetapi tabernakel haruslah ditempatkan di
bagian yang paling utama.
Ada
beberapa alasan penting pada masa kini untuk menempatkan patung Santa
Perawan Maria dan St Yosef di setiap sanctuarium gereja dan kapel.
Pertama-tama, kita membutuhkan suatu gambaran Keluarga Kudus di hadapan
mata dan benak umat beriman di masa ketika keluarga berada di bawah
serangan kejahatan perceraian dan tiadanya sosok ayah dalam keluarga.
Keluarga Kudus digambarkan dengan cara yang paling baik dalam ibadat
Katolik dengan menempatkan tabernakel dengan Kehadiran Nyata Kristus di
tengah altar dan patung Santa Perawan Maria di salah satu sisi (altar)
dan patung St Yosef di sisi (altar) lainnya.
Kedua,
St Yosef adalah satu penangkal paling mujarab melawan segala kejahatan
revolusi seksual yang berusaha merendahkan nilai kasih ke sebatas
masalah kenikmatan seksual belaka. Sebab, tak ada manusia laki-laki
manapun yang memiliki “perempuan” (Kej 3:15) yang terlebih menawan
sebagai isterinya ataupun laki-laki yang memiliki kasih terlebih besar
bagi “perempuan” ini daripada St Yosef. Namun demikian, tidak pernah ia
mengadakan hubungan seksual dengan “Perawan Maria,” ataupun
mempergunakan tubuhnya demi memuaskan hasrat kesenangan pribadi. (52)
Sebab itu, patung St Yosef akan mengingatkan kaum laki-laki bahwa cinta
bagi seorang perempuan adalah masalah kasih sayang dan pelayanan demi
kebajikan perempuan itu, bukan masalah mempergunakan tubuhnya untuk
kenikmatan seksual laki-laki sendiri. Jadi, dengan caranya yang paling
bersahaja, St Yosef melindungi Gereja dengan menjaga iman akan Kehadiran
Nyata Kristus dalam Sakramen Mahakudus, devosi kepada Santa Perawan
Maria, dan kesatuan serta kemurnian keluarga. Dengan cara ini St Yosef
juga menghantar kita untuk meletakkan suatu dasar yang kokoh bagi
“evangelisasi baru” sementara Gereja melintasi ambang Milenium Kristiani
Ketiga.
Masih
belum terlambat untuk mendapatkan perantaraan St Yosef yang berdaya
kuasa demi menyelamatkan banyak jiwa-jiwa dari penghukuman abadi dan
demi mencegah penghukuman Tuhan. Dan, sudah pasti kita membutuhkan
perantaraan St Yosef yang berdaya kuasa bagi “evangelisasi baru” yang
akan terjadi semasa maupun sesudah dunia dimurnikan. Sebab itu, segenap
imam dan superior komunitas-komunitas religius, sepatutnya menanamkan
devosi kepada St Yosef dengan mengadakan misa-misa umum, liturgi,
vigili, novena, doa-doa, dsbnya yang dipersembahakn demi menghormati St
Yosef. Namun demikian, langkah paling awal dalam menuju devosi sejati
kepada St Yosef adalah menempatkan (sejauh itu mungkin) sebuah patung St
Yosef yang cukup besar di suatu tempat yang menyolok di sanctuarium
gereja, pula di rumah, sebagai simbol kehadirannya.
Catatan :
1. Yohanes Paulus II, “Pesan Fatima: Panggilan untuk bertobat dan bermatiraga,” L'Osservatore Romano (24 Mei 1982), 3.
2.
Lucia dos Santos, Fatima in Lucia's Own Words, introduced by Joaquin
M. Alonso, CMF, trans. by Dominican Nuns of Perpetual Rosary, edt. by
Louis Kondor, SVD (Fatima: Postulation Center, 1989), hal. 104.
3. Lucia dos Santos, Fatima in Lucia's Own Words, hal. 104.
4.
Don Sharkey, The Woman Shall Conquer (Milwaukee: Bruce Publishing
Co., 1952), hal. 141; Robert J. Fox, Fatima Today (Front Royal,
Virginia: Christendom Pub., 1983), hal. 100; Irma Lucia de Jesus Santos,
O.C.D., Memorias e Cartas, introduced, annotated, and translated by Fr.
Antonio Maria Martins, S.J. (Porto, Portugal: L.E., 1973), hal. 225.
5. Lucia dos Santos, Fatima in Lucia's Own Words, hal. 107.
6. Lucia dos Santos, Fatima in Lucia's Own Words, hal. 104-105.
7. John Demarchi, Fatima From the Beginning (Fatima: Missoes Consolata, 1988), gambar-gambar antara halaman 96-97.
8.
Francis Johnston, Fatima: The Great Sign (Rockford, Ill.: Tan Books,
1980), hal. 52, 54, dan 69; John Demarchi, hal. 135-142, 251-254; Severo
Rossi and Aventino de Oliveira, Fatima (Fatima, Portugal: Consolata
Missions, 1981), hal. 18.
9.
Suster Lucia menjawab pertanyaan wartawan Aura Miguel dari Radio
Renascenca, Portugal wawancara Yohanes Paulus II dalam perjalanan ke
Afrika 25 Januari 1990, seperti didapati dalam “John Paul II and Sister
Lucia Relate Current Events to Fatima,” Soul Magazine (Mei-Juni 1990),
13; Teiji Yasuda, O.S.V. (and John M. Haffert), Akita: The Tears and
Message of Mary (New Jersey: 101 Foundation, 1989), hal. 63.
10. Konsili Vatikan Kedua, Gaudium et Spes, No. 82.
11.
Teiji Yasuda, O.S.V., hal. 190-199; Editors, “The Vatican: Reports of
the Weeping Virgin, `Reliable,'” 30 Days: In the Church and in the
World, 6 (Oktober 1988), 56; Stafano M. Paci, “Tears of Akita,” 30 Days:
In the Church and the World, 7 (Juli-Agustus 1990), 42-45, terutama
hal. 43.
12. Teiji Yasuda, O.S.V., hal. 196.
13. Teiji Yasuda, O.S.V., hal. 196.
14. Teiji Yasuda, O.S.V., hal. 115, (catatan di bawah gambar).
15. John Demarchi, hal. 248.
16.
Yohanes Paulus II, wawancara dengan umat Katolik di Fulda, Jerman, Nov
1980, seperti diterbitkan dalam majalah Jerman, Stimme des Glaubens,
Inggris dalam Daniel J. Lynch, The Call to Total Consecration to the
Immaculate Heart of Mary (St. Albans, Vermont: Missions of the Sorrowful
and Immaculate Heart of Mary, Pub., 1991), hal. 50-51.
17. Kardinal Joseph Ratzinger bersama Vittorio Messori, The Ratzinger Report (San Francisco: Ignatius Press, 1985), hal. 109.
18. Kardinal Joseph Ratzinger bersama Vittorio Messori, hal. 110.
19. Kardinal Joseph Ratzinger, “Newsinbrief: Fatima's `Third Secret',” National Catholic Register, 20 Oktober 1996, 1, insert.
20. Kardinal Joseph Ratzinger bersama Vittorio Messori, hal. 109.
21.
Rev. Fr. V. Montes De Oca, C. S. SP., More About Fatima: and the
Immaculate Heart of Mary, trans. Rev. J. Dacruz, C. S. SP.
(Castlebranco: Le Prodige Inoui De Fatima, 1975), hal. 60-61.
22. Teiji Yasuda, O.S.V., hal. 21.
23. Lucia dos Santos, Fatima in Lucia's Own Words, hal. 170.
24. John M. Haffert, The Meaning of Akita, (Asbury, N. J.: 101 Foundation, Inc., 1989), hal. 9.
25. Teiji Yasuda, O.S.V., halp. 167; John M. Haffert, hal. 9.
26. Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae, (Injil Kehidupan), 25 Maret 1995, No. 94.
27. Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae, no. 59.
28. Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae, no. 28.
29. Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae, no. 14.
30. Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae, no. 59.
31. Arthur Jones, “Gallup Poll results unlikely to please Vatican,” National Catholic Reporter (3 Juli 1992), 6.
32. Kardinal Joseph Bernardin, dalam Gianni Cardinale, “Clinton and Us,” 30 Days, No. 12, 1992, hal. 32.
33.
Karena saya ada dalam tim formasi Misionaris Cinta Kasih Moeder Teresa
dari Calcutta, saya berhubungan dengan banyak biarawati yang datang dari
berbagai belahan dunia. Para biarawati ini memberitahukan kepada saya
bahwa apabila mereka mengenang gereja-gereja mereka di kampung halaman,
mereka ingat bahwa gereja-gereja mereka senantiasa memiliki patung St
Yosef dan patung Santa Perawan Maria di masing-masing sisi sanctuarium
dengan Sakramen Mahakudus di tengah.
34. Yohanes Paulus II, Pelindung sang Penebus (Redemptoris Custos), 15 Agustus 1989, no. 1.
35.
St. Teresa of Avila, The Book of Her Life, Ch. 6, No. 6, in The
Collected Works of Teresa of Avila, Vol. I, translated by Kieran
Kavanaugh O. C. D. and Otilio Rodriguez, O. C. D. (Washington, D. C.:
Institute of Carmilite Studies (ICS) Pub., 1987), hal. 79-80.
36.
Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 28; Bdk. Sacror. Rituum
Congreg., Decr. Quemadmodum Deus (8 Desember 1870): Pii IX P.M. Acta,
pars I, vol. V, hal. 283.
37. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 28
38.
Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 28; Leo XIII, Surat Ensiklik
Quamquam pluries (15 Agustus 1889): Leonis XIII P.M. Acta, IX (1890),
hal. 177-179.
39. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 28; Leo XIII, hal. 177-179.
40. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 1.
41. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 20
42. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 29.
43. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 31.
44. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 31.
45. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 29.
46. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 32.
47. Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos, no. 1.
48. Konsili Vatikan Kedua, Lumen Gentium, no. 67.
49. Yohanes Paulus II, Ibunda sang Penebus, (Redemptoris Mater), 25 Maret 1987, No. 33.
50. Konsili Vatikan Kedua, Sacrosanctum Concilium, no. 111.
51. Konsili Vatikan Kedua, Sacrosanctum Concilium, no. 125.
52. Enchiridion Symbolorum (Denzinger), no. 91, 256, 282, 314 (a & n), 734, 993, 1314. Thirtieth edition.
sumber : “St. Joseph and the Third Christian Millennium! by Regis Scanlon, O.F.M. Cap”; 1997
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
0 komentar:
Posting Komentar