Si
pengemis pergi dengan sedih. Ia memandang baju compang-camping yang
dikenakannya dan mendesah. Tentu saja hanya para raja dan keluarga
kerajaan yang mengenakan jubah kerajaan, begitu pikirnya.
Sekonyong-konyong suatu ide muncul di benaknya. Memikirkannya saja telah
membuat tubuhnya gemetar. Beranikah ia?
Si
pengemis kembali ke istana. Ia menghampiri penjaga gerbang istana.
“Tolong saya, pak, saya mohon bicara dengan Sri Baginda.” “Tunggulah di
sini,” jawab penjaga. Beberapa menit kemudian ia telah kembali. “Sri
Baginda berkenan menemuimu,” demikian katanya, lalu menghantar si
pengemis masuk.
“Kamu
ingin menemuiku?” tanya raja. “Ya, Tuanku raja. Hamba begitu ingin ikut
serta dalam perjamuan yang Tuanku selenggarakan, tetapi hamba tidak
memiliki jubah kerajaan untuk dikenakan pada perjamuan tersebut. Sudilah
Tuanku, maafkan kelancangan hamba, sudilah Tuanku memberikan kepada
hamba salah satu jubah usang Tuanku, sehingga hamba dapat datang ke
perjamuan.”
Tubuh sang pengemis bergetar begitu hebat hingga ia tak sempat melihat sekilas senyum di
wajah sang raja. “Engkau sungguh bijaksana datang kepadaku,” kata raja.
Raja memanggil putranya, sang pangeran. “Ajaklah ia ke kamarmu dan
berilah ia pakaian dari pakaianmu.”
Pangeran
melakukan apa yang diperintahkan ayahnya dan segera saja sang pengemis
telah berdiri di depan sebuah cermin, mengenakan jubah yang tak berani
ia berharap untuk memilikinya. “Sekarang engkau layak ikut ambil bagian
dalam perjamuan raja esok malam,” kata pangeran. “Tetapi, yang lebih
penting dari itu, engkau tidak akan pernah memerlukan baju lagi. Jubah
yang engkau kenakan itu akan tahan untuk selamanya. Sang pengemis jatuh
tersungkur, “Oh, terima kasih,” serunya.
Tetapi,
sementara ia pergi meninggalkan kamar, terlihat olehnya tumpukan baju
dekilnya di atas lantai. Ia ragu-ragu. Bagaimana jika yang dikatakan
pangeran itu tidak benar? Bagaimana jika ia membutuhkan baju lamanya
lagi? Segera dipungutnya baju compang-campingnya.
Perjamuan
itu jauh lebih mengagumkan daripada yang dapat dibayangkannya. Namun
demikian, ia tak dapat menikmati perjamuan seperti seharusnya. Ia telah
menggulung baju compang-campingnya menjadi suatu buntalan, dan buntalan
itu berkali-kali jatuh dari pangkuannya. Hidangan berlalu cepat dan
sebagian hidangan paling lezat itu terlewatkan olehnya.
Waktu
membuktikan bahwa pangeran benar. Jubah pemberian pangeran tahan untuk
selamanya. Tetapi, tetap saja pengemis yang malang itu merasa sayang
untuk membuang baju compang-campingnya. Dengan berlalunya waktu, orang
mulai lupa akan jubah kerajaan yang dikenakannya. Mereka hanya melihat
buntalan baju compang-camping yang ia bawa kemanapun ia pergi. Mereka
bahkan menyebutnya sebagai pak tua dengan baju compang-camping.
Suatu
hari, sementara ia terbaring mendekati ajalnya, raja mengunjunginya. Si
pengemis melihat wajah sedih raja ketika raja melihat buntalan dekil
baju compang-camping di sisi pembaringannya. Tiba-tiba teringatlah sang
pengemis akan ucapan pangeran dan ia menjadi sadar bahwa buntalan dekil
itu telah membuatnya kehilangan kesempatan menikmati kerajaannya yang
sebenarnya sepanjang hidupnya. Ia pun menangis pilu mengingat
kebodohannya.
Dan raja ikut menangis bersama dia.
Kita
telah diundang masuk ke dalam keluarga kerajaan - yaitu kerajaan Allah.
Agar dapat ikut ambil bagian dalam perjamuan Tuhan, yang perlu kita
lakukan hanyalah menanggalkan baju lama kita dan mengenakan “baju baru”
iman yang telah disediakan oleh Putra Allah, Yesus Kristus.
Namun
demikian, kita tidak dapat menahan terus baju lama kita. Ketika kita
mengenakan iman akan Kristus, kita harus melepaskan dosa-dosa dalam
hidup kita dan cara hidup kita yang lama. Yang lama harus ditinggalkan,
jika kita rindu menikmati kerajaan yang sejati dan hidup berlimpah dalam
Kristus.
sumber : “The Beggar's Rags”; author unknown
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
0 komentar:
Posting Komentar