oleh: P. William P. Saunders *
St Polikarpus
|
St Ignatius dari Antiokhia
|
Katekismus
menyatakan, “Martirium adalah kesaksian teragung yang dapat diberikan
orang untuk kebenaran iman; itulah kesaksian sampai mati” (No. 2473).
Daripada mengingkari imannya, seorang martir lebih suka memberikan
kesaksian dengan kebesaran hati yang luar biasa akan keyakinan bahwa
Kristus menderita sengsara, wafat dan bangkit dari antara orang mati
demi keselamatan kita, dan akan kebenaran iman Katolik kita. Kata martir
sendiri berarti “saksi”.
Kitab
Suci mencatat kisah-kisah kepahlawanan baik dari laki-laki maupun
perempuan yang lebih suka mati sebagai martir daripada mengingkari iman
mereka atau tidak setia pada hukum Allah. Dalam Perjanjian Lama, Susana
lebih suka mati daripada menyerahkan diri pada hasrat dosa kedua hakim
yang fasik (Daniel 13). Yohanes Pembaptis menolak untuk berkompromi
dengan kejahatan dan tak hentinya memaklumkan hukum Allah; hingga pada
akhirnya ia “memberikan nyawanya sebagai saksi kebenaran dan keadilan”
(Doa Pembuka pada Peringatan Wafatnya St Yohanes Pembaptis). St
Stefanus, salah seorang dari para diakon pertama Gereja, adalah juga
martir yang pertama (Kis 6:8dst), diikuti kemudian oleh Rasul St Yakobus
Tua (Kis 12:2).
Kesaksian
para martir ini menjadi satu dalam penglihatan apokaliptik Kitab Wahyu.
St Yohanes melihat suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat
terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa,
berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba. Dengan suara
nyaring mereka berseru: “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” Ketika ditanya, siapakah orang-orang itu, terdengar jawaban, “Mereka
ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan
mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah
Anak Domba” (bdk Why 7:9-17).
Pemahaman
spiritual yang mendasari tindakan martirium adalah pemahaman yang wajib
diterima setiap umat Kristiani. Dalam mengajarkan syarat-syarat untuk
menjadi seorang murid sejati, Tuhan kita menegaskan, “Setiap
orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul
salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan
nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang
memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” (Mat 16:24-26). Ya, setiap umat Kristiani harus siap memikul salib, bahkan jika itu berarti kehilangan nyawa di dunia ini.
Dengan
berbesar hati memikul salib, seorang Kristiani akan beroleh berkat
dalam pandangan Tuhan. Dalam Sabda Bahagia, sikap hidup yang benar, yang
mendatangkan rahmat persatuan dengan Tuhan, dinyatakan dalam Sabda
Bahagia kedelapan, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” Lebih lanjut, Yesus mempertegasnya, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.” Walau
demikian, tujuan utamanya bukanlah sekedar menderita di sini dan
sekarang ini demi iman, melainkan kebesaran hati dan ketekunan yang
menghantar orang pada hidup yang kekal, “Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga” (bdk Mat 5:10-12).
Pemahaman
spiritual ini dengan sangat indah diwujud-nyatakan dalam kesaksian iman
para martir Gereja perdana pada masa penganiayaan oleh bangsa Romawi.
Sebagai contoh, St Ignatius dari Antiokhia (wafat
110), yang adalah Uskup Antiokhia yang ketiga, penerus St Evodius (yang
adalah penerus St Petrus Rasul), dan yang adalah murid St Yohanes Rasul,
dijatuhi hukuman mati oleh Kaisar Trajan dengan dilemparkan ke arena
sebagai mangsa binatang-binatang buas. Dalam perjalanan ke Roma di mana
ia akan dieksekusi, ia menulis tujuh pucuk surat, termasuk satu surat
kepada orang-orang Romawi, di mana ia merefleksikan mengenai hukuman
mati yang menantinya, “Biarlah aku menjadi mangsa binatang-binatang
buas, karena dengan demikian mungkinlah bagiku untuk sampai kepada
Allah. Aku adalah gandum Tuhan, dan aku akan digiling dalam gigi
bintang-binatang buas agar aku dapat menjadi roti Kristus yang murni.”
Dan lagi “Segala ujung bumi dan segala kerajaan dunia ini tidak berguna
sedikitpun bagiku. Lebih baiklah bagiku, mati untuk Kristus daripada
hidup sebagai raja sampai ke ujung bumi. Aku mencari Dia yang sudah mati
untuk kita; aku menghendaki Dia yang telah bangkit demi kepentingan
kita. Saat kelahiranku sudah di ambang pintu” (epistula ad Romanos).
Suatu kesaksian iman luar biasa lainnya pada masa itu adalah kesaksian St Polikarpus,
Uskup Smyrna, yang adalah sahabat St Ignatius dan yang adalah juga
murid St Yohanes Rasul dan ditahbiskan sebagai uskup oleh St Yohanes.
Karena menolak mempersembahkan kurban bagi dewa-dewa berhala Romawi dan
menolak keallahan kaisar, St Polikarpus dijatuhi hukuman mati dengan
dibakar di atas tiang pancang dalam usia delapanpuluh enam tahun, pada
masa pemerintahan Kaisar Marcus Aurelius. Sementara tumpukan kayu hendak
dinyalakan, St Polikarpus berdoa, “Aku bersyukur kepada-Mu karena telah
menganggapku layak, dan memasukkanku ke dalam kelompok para saksi
berdarah pada hari ini dan pada saat ini… Engkau memegang janji-Mu,
Allah kesetiaan dan kebenaran. Untuk rahmat ini dan untuk segala
sesuatu, aku memuji Engkau, aku memuliakan Engkau dan meluhurkan Engkau
dengan pengantaraan Yesus Kristus, Imam Agung surgawi yang kekal,
PutraMu yang kekasih. Dengan pengantaraan Dia, yang hidup bersama Engkau
dan Roh Kudus, terpujilah Engkau sekarang dan selama-lamanya. Amin”
(Martyrium Polycarpi).
Dalam
membela martirium, Tertulianus (wafat 250) menulis dalam
`Apologeticus', “Salibkan kami, aniaya kami, bunuh kami, binasakan kami.
Kejahatanmu adalah bukti ketidakbersalahan kami, sebab itulah Tuhan
membiarkan kami mengalami sengsara ini. Ketika baru-baru ini engkau
menjatuhkan hukuman kepada seorang gadis Kristiani dengan menyerahkannya
kepada seorang mucikari dan bukannya kepada seekor harimau,
sesungguhnya engkau menyadari dan mengakui secara terbuka bahwa bagi
kami, suatu noda dalam kemurnian kami jauh lebih menakutkan daripada
hukuman apapun dan lebih mengerikan daripada maut. Walau demikian,
kekejianmu yang dahysat itu tak menghasilkan apa-apa; malahan merupakan
suatu umpan bagi agama kami. Semakin kami ditebas olehmu, semakin
menjadi banyaklah jumlah kami. Darah para martir adalah benih
Kristiani.”
Tak
diragukan lagi, walau dianiaya dengan hebat, Gereja terus bertahan dan
berkembang, teristimewa dengan ditopang oleh kesaksian para saksi iman
yang gagah berani dan doa-doa para martir yang kudus. Dalam Anjuran
Apostolik “Gereja di Asia”, Paus Yohanes Paulus II memberikan perhatian
pada penganiayaan Gereja, dan dengan menggemakan kembali seruan
Tertulianus, beliau memaklumkan, “Semoga mereka berdiri tegak sebagai
saksi-saksi kebenaran yang tak terkalahkan akan kebenaran, bahwa umat
Kristiani selalu dan di mana-mana dipanggil untuk mewartakan tidak lain
kecuali kuasa Salib Tuhan! Dan semoga darah para martir Asia sekarang
seperti senantiasa merupakan benih hidup baru bagi Gereja di setiap
penjuru benua!” (No. 49).
Bapa
Suci Yohanes Paulus II senantiasa memberikan perhatian besar pada
kesaksian para martir Gereja kita, teristimewa mereka yang wafat pada
abad ini, khususnya selama masa penganiayaan yang dilancarkan oleh Nazi
dan Komunis. Setiap benua telah dibasahi oleh darah para martir. Bapa
Suci menerangkan martirium sebagai “bukti yang paling cemerlang bagi
kebenaran iman; sebab iman dapat memberi wajah manusiawi bahkan kepada
peristiwa-peristiwa maut yang penuh kekerasan, dan menunjukkan
keindahannya bahkan di tengah pelbagai penganiayaan yang paling
mengerikan” (Incarnationis Mysterium, No. 13).
Menurut
Sri Paus, “bukti iman” ini membuktikan tiga hal. Pertama, martirium
merupakan penegasan bahwa tatanan moral tidak boleh dilanggar - baik
kebenaran dan kekudusan hukum Allah, maupun martabat pribadi manusia.
Kedua, martirium merupakan suatu pujian dari suatu “kemanusiaan” yang
sempurna dari seseorang serta pujian terhadap “hidup” sejati. Di sini,
Bapa Suci mengutip pernyataan St Ignatius dari Antiokhia,
“Saudara-saudara, berbelaskasihanlah padaku: jangan menghalangiku dari
kehidupan; jangan menginginkan kematianku…. Biarkanlah aku sampai kepada
cahaya yang murni; sekali sudah di sana aku akan sungguh-sungguh
menjadi seorang manusia. Biarkan aku meneladani sengsara Tuhanku” (Ad
Romanos). Ketiga, martirium merupakan suatu tanda yang menonjol dari
kekudusan Gereja, dengan memberikan kesaksian sepenuhnya mengenai
kebenaran. Singkat kata, “lewat contoh hidup mereka yang jelas dan
menarik, yang sepenuhnya sudah diubah oleh cahaya kebenaran moral, para
martir dan, pada umumnya, semua santo Gereja, menerangi tiap periode
dalam sejarah dengan membangkitkan kembali kepekaan moralnya” (Cahaya
Kebenaran, No. 93).
Sebab
itu, sementara kita mendekati akhir tahun liturgi dan bersiap diri
merayakan Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam, baiklah
kita memberikan perhatian pada para martir Gereja kita, oleh sebab
kesaksian iman mereka menyemangati kita dan memberi kita pengharapan
besar. Dengan rahmat Tuhan, kiranya kita boleh mempersembahkan diri pada
Tuhan dan GerejaNya, dengan iman seperti yang mereka teladankan.
Marilah mencamkan dalam hati kata-kata St Paulus ini, “Karena
kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita,
marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi
kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi
kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus,
yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada
kesempurnaan” (Ibr 12:1-2).
* Fr. Saunders is
pastor of Our Lady of Hope Church in Potomac Falls and a professor of
catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Understanding Martyrs” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
0 komentar:
Posting Komentar