oleh: P. William P. Saunders *
Injil
Matius menyebut tentang para majus yang datang dari Timur untuk
menyembah bayi Kristus yang baru dilahirkan (bdk. Mat 2:1-12). Tetapi,
tepatnya siapakah para majus tersebut tetap merupakan suatu misteri.
Seringkali
para majus disebut juga sebagai ahli perbintangan. Dalam bahasa Yunani,
bahasa asli Injil, kata “magos” (magoi, jamak) mempunyai empat arti:
(1) seorang dari golongan imam Persia kuno, di mana astrologi dan
astronomi berperan penting pada masa Kitab Suci; (2) seorang yang
memiliki pengetahuan dan kuasa gaib (= okultisme), dan mahir dalam
menafsirkan mimpi, perbintangan, ramal, hal-hal klenik, dan perantara
roh; (3) seorang ahli nujum; atau (4) seorang dukun, yang memeras orang
dengan mempergunakan praktek-praktek di atas. Dari definisi yang mungkin
di atas dan dari gambaran dalam Injil, para majus kemungkinan adalah
para imam Persia ahli perbintangan yang dapat membaca bintang-bintang,
teristimewa makna bintang yang mewartakan kelahiran Mesias. (Bahkan ahli
sejarah kuno Herodotus (wafat abad ke-5 SM) menegaskan keahlian kaum
imam Persia dalam perbintangan).
Yang
terpenting, kunjungan para majus menggenapi nubuat Perjanjian Lama:
Bileam menubuatkan kedatangan Mesias yang akan ditandai dengan sebuah
bintang: “Aku melihat dia, tetapi bukan sekarang; aku
memandang dia, tetapi bukan dari dekat; bintang terbit dari Yakub,
tongkat kerajaan timbul dari Israel…” (Bil 24:17). Mazmur 72 berbicara mengenai bagaimana bangsa kafir akan datang untuk menyembah Mesias:
“kiranya raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa
persembahan-persembahan, kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba
menyampaikan upeti! Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan
segala bangsa menjadi hambanya!” (Mzm 72:10-11). Yesaya juga menubuatkan persembahan-persembahan: “Sejumlah
besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa.
Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan,
serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN” (Yes 60:6).
St.
Matius mencatat bahwa para majus membawa tiga persembahan;
masing-masing persembahan memiliki makna nubuat: emas, persembahan bagi
seorang raja; kemenyan, persembahan bagi seorang imam; dan mur - balsam
penguburan, persembahan bagi seorang yang akan meninggal. St. Ireneus
(wafat 202) dalam tulisannya Adversus haereses menyampaikan tafsiran
atas persembahan emas, kemenyan dan mur sebagai berikut: Raja, Tuhan dan
Penebus yang Menderita, juga menafsirkannya sebagai keutamaan, doa dan
penderitaan.
Pada
umumnya, kita berpikiran bahwa ketiga majus tersebut adalah tiga orang
raja. Kita biasa menempatkan patung tiga raja di gua natal kita. Kita
bahkan menyanyikan, “Kami tiga raja dari Timur….” Di sini, ketiga
persembahan, Mazmur 72 dan bintang yang terbit di Timur secara
bersama-sama menggambarkan para majus sebagai tiga raja yang datang dari
Timur.
Sebenarnya,
tradisi awali tidak konsisten mengenai jumlah para majus. Tradisi Timur
menyebutkan ada duabelas orang majus. Di Barat, beberapa Bapa Gereja
perdana - termasuk Origen, St. Leo Agung, dan St.
Maximus dari Turin - setuju ada tiga orang majus. Lukisan Kristen
Perdana di Roma yang diketemukan dalam makam St. Petrus dan St.
Marcellinus menggambarkan dua orang majus dan di makam St. Domitilla,
empat orang.
Sejak
abad ketujuh di Gereja Barat, para majus diidentifikasikan sebagai
Kaspar, Melkior dan Baltasar. Dalam suatu karya tulis berjudul Excerpta
et Collectanea yang ditulis St. Beda (wafat 735) tercatat
demikian, “Para majus adalah mereka yang membawa persembahan bagi Tuhan.
Yang pertama dikatakan bernama Melkior, seorang tua berambut putih dan
berjenggot panjang… yang mempersembahkan emas kepada Kristus bagai
kepada seorang raja. Yang kedua bernama Kaspar, seorang muda
tanpa jenggot dan kulitnya kemerah-merahan… menyembah-Nya sebagai Tuhan
dengan persembahan kemenyan, suatu persembahan yang layak bagi yang
ilahi. Yang ketiga, berkulit hitam dan berjenggot lebat, namanya
Baltasar… dengan persembahan murnya memberikan kesaksian pada Putra
Manusia bahwa ia akan wafat.” Suatu kutipan dari penanggalan para kudus
abad pertengahan yang dicetak di Cologne berbunyi, “Setelah mengalami
banyak pencobaan dan kelelahan demi Injil, ketiga orang bijaksana
tersebut bertemu di Sewa (Sebaste di Armenia) pada tahun 54 untuk
merayakan Natal. Kemudian, setelah Perayaan Misa, mereka wafat: St.
Melkior pada tanggal 1 Januari, dalam usia 116 tahun; St. Baltasar pada
tanggal 6 Januari, dalam usia 112 tahun; dan St. Kaspar pada tanggal 11
Januari, dalam usia 109 tahun.” Martirologi Romawi juga mencatat
tanggal-tanggal di atas sebagai pesta masing-masing majus.
Kaisar
Zeno membawa reliqui para majus dari Persia ke Konstantinopel pada
tahun 490. Reliqui (entah sama atau serupa) muncul di Milano
bertahun-tahun kemudian dan disimpan di Basilika St. Eustorgius. Kaisar
Frederick Barbarossa dari Jerman, yang menjarah Italia, membawa reliqui
ke Cologne pada tahun 1162, di mana reliqui aman tersimpan hingga saat
ini dalam sebuah rumah reliqui yang indah di katedral.
Meskipun
sebagian misteri tetap tak terungkap mengenai identitas para majus,
Gereja menghormati sembah sujud mereka: Konsili Trente, ketika
menekankan penghormatan yang patut diberikan kepada Ekaristi Kudus
memaklumkan, “Umat beriman Kristus menghormati Sakramen Mahakudus ini
dengan penyembahan latria yang diperuntukkan bagi Allah yang benar….
Sebab dalam sakramen ini kita percaya bahwa Allah yang sama hadir, yang
diutus Bapa yang kekal ke dalam dunia dengan mengatakan, `Biarlah
segenap malaikat Allah menyembah-Nya.' Dialah Allah yang sama yang para
Majus sujud menyembah, dan akhirnya, Allah yang sama yang dipuja para
Rasul di Galilea seperti dicatat dalam Kitab Suci” (Dekrit tentang
Sakramen Mahakudus, 5).
Dengan
merayakan Hari Raya Natal dan Epifani (sekarang Hari Raya Penampakan
Tuhan), kita pun patut sadar akan kewajiban kita untuk bersembah sujud
kepada Kristus melalui doa, sembah bakti, dan perbuatan-perbuatan baik
serta kurban. St. Gregorius Nazianze (wafat 389)
menyampaikan khotbahnya, “Marilah kita tinggal dalam sembah sujud; dan
kepada Dia, yang, guna menyelamatkan kita, merendahkan Diri hingga ke
tingkat kemiskinan yang begitu rupa dengan menerima tubuh kita,
marilah kita mempersembahkan tidak hanya kemenyan, emas dan mur…,
melainkan juga persembahan-persembahan rohani, yang lebih luhur daripada
yang dapat dilihat dengan mata” (Oratio, 19).
* Fr. Saunders is pastor
of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of
catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Who Were the Magi?” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
0 komentar:
Posting Komentar