Para
Abdi Ekaristi adalah sebuah komunitas religius sekulir di Yuzawadai,
pinggiran kota Akita, yang dibentuk oleh Uskup Akita, Mgr Yohanes
Shojiro Ito. Pada tanggal 12 Mei 1973 Sr Agnes Katsuko Sasagawa, yang
pada waktu itu berusia 42 tahun, seorang pemeluk Budha yang baru
beberapa tahun menjadi Katolik, bergabung sebagai novis di sana. Ketika
masuk, Sr Agnes baru saja kehilangan pendengarannya dan sama sekali tuli
tanpa dapat disembuhkan.
Peristiwa
mukjizat pertama di Akita terjadi pada tanggal 12 Juni 1973, hanya satu
bulan setelah Sr Agnes bergabung. Pada hari itu, ia sedang seorang diri
saja di kapel biara. Saat ia sedang membuka pintu tabernakel,
sekonyong-konyong memancarlah suatu cahaya kemilau dari tabernakel;
serta-merta Sr Agnes merebahkan diri di lantai dan tetap dalam keadaan
prostratio demikian hingga sekitar satu jam lamanya, takluk oleh suatu
kekuatan yang mahadahsyat.
Pada
tanggal 14 Juni 1973, Sr Agnes kembali melihat cahaya kemilau dari
tabernakel, kali ini dilingkupi oleh suatu nyala api merah yang kuat,
yang memancarkan berkas-berkas cahaya ke segala penjuru. Lagi, pada sore
hari menjelang Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus tanggal 28 Juni, ia
melihat cahaya kemilau dari tabernakel, kali ini tampak juga begitu
banyak makhluk serupa para malaikat yang mengelilingi altar dalam sembah
sujud di hadapan Sakramen Mahakudus. Keesokan harinya, yang adalah Hari
Raya Hati Yesus yang Mahakudus, malaikat menampakkan diri sementara Sr
Agnes hendak memulai berdoa rosario. Malaikat kemudian memintanya untuk
menambahkan kata “sungguh” dalam doa yang disusun Uskup Ito bagi
komunitas. Sejak saat itu, doa ditujukan kepada “Hati Yesus yang
Mahakudus, yang SUNGGUH hadir dalam Ekaristi Kudus.” Peristiwa-peristiwa
ini merupakan awal dari serangkaian peristiwa adikodrati yang
berlangsung selama sembilan tahun lamanya dari tahun 1973 hingga tahun
1982.
Ketika
diminta untuk menggambarkan malaikat pelindungnya, Sr Agnes menjawab,
“wajahnya bulat, dengan ekspresi yang manis … seorang yang diliputi oleh
suatu kemilau putih bagai salju ….” Malaikat pelindung mempercayakan
banyak pesan kepadanya, kerapkali berdoa bersamanya, pula membimbing
serta menasehatinya.
Sore
hari pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus tanggal 28 Juni 1973, Sr
Agnes mendapati suatu luka berbentuk salib muncul di telapak tangan
kirinya. Luka ini menimbulkan rasa sakit yang luar biasa hingga Sr Agnes
mengatakan, “Tak akan pernah aku dapat melupakan rasa sakit itu.” Pada
tanggal 5 Juli 1973, suatu lubang kecil muncul di tengahnya darimana
darah mulai memancar. Malaikat pelindungnya menampakkan diri dan
membimbingnya untuk melakukan silih kepada Hati Yesus yang Mahakudus
bagi dosa-dosanya dan bagi dosa-dosa segenap umat manusia.
Keesokan harinya, pada tanggal 6 Juli 1973, malaikat pelindung kembali menampakkan diri kepada Sr Agnes, “… Luka Bunda Maria jauh lebih dahsyat dan lebih menyengsarakan daripada lukamu. Marilah kita pergi berdoa bersama di kapel.”
Setelah memasuki kapel, malaikat menghilang. Sr Agnes kemudian
berpaling kepada patung Bunda Maria yang terletak di sisi kanan altar.
Patung
ini, yang tingginya kira-kira tiga kaki, diukir dari sebatang kayu utuh
yang kering dan keras tanpa sambungan, menggambarkan Santa Perawan
Maria berdiri di depan sebuah salib, dengan kedua tangannya direntangkan
ke arah bawah. Di bawah kaki patung, terdapat sebuah bola yang
menggambarkan dunia. Saburo Wakasa, seorang pemahat Jepang beragama
Budha, memahat patung ini sekitar tigapuluh tahun yang lalu dengan
mempergunakan sehelai kartu bergambar “Bunda Segala Bangsa” sebagai
model, sembari menambahkan profil wajah khas perempuan Jepang dalam
patungnya.
Sr Agnes mengenang saat itu, “Aku
merasa bahwa patung kayu itu menjadi hidup dan hendak berbicara
kepadaku … Ia bermandikan cahaya yang cemerlang … dan pada saat yang
sama, suatu suara yang merdu tak terperi menembusi telingaku yang sama
sekali tuli.”
Bunda Maria berkata kepadanya, “Jangan takut. Engkau akan disembuhkan. Bersabarlah ….”
Kemudian
Bunda Maria bersama Sr Agnes bersama-sama mendaraskan doa komunitas
yang disusun Uskup Ito. Pada kata-kata “Yesus yang hadir dalam
Ekaristi,” Maria mengatakan, “Mulai sekarang, kalian akan menambahkan SUNGGUH.”
Bersama dengan malaikat yang muncul kembali, ketiganya mendaraskan doa
persembahan diri kepada Hati Yesus yang Mahakudus, yang SUNGGUH hadir
dalam Ekaristi. Sebelum menghilang, Bunda Maria meminta Sr Agnes untuk
“berdoa banyak-banyak bagi Paus, para uskup dan para imam.”
Keesokan
paginya, ketika para biarawati berkumpul bersama untuk mendaraskan
Laudes, mereka mendapati darah mengalir dari telapak tangan kanan patung
dan juga luka berbentuk salib; di tengah luka terdapat sebuah lubang
darimana darah memancar. Luka itu mirip benar dengan luka pada telapak
tangan kiri Sr Agnes, hanya saja, karena patung itu kecil maka lukanya
juga lebih kecil. Luka itu memancarkan darah pada setiap malam Jumat dan
sepanjang hari Jumat, begitu juga luka di tangan Sr Agnes. Yang
menarik, tetesan darah mengalir sepanjang tangan patung, yang terentang
dan mengarah ke bawah, namun tetesan-tetesan darah itu tidak pernah
jatuh dari tangan.
Rasa
sakit yang diderita Sr Agnes terus berlanjut hingga pada suatu Jumat
siang tanggal 27 Juli, menjadi begitu hebat nyaris tak tertahankan. Ia
pergi ke kapel guna mendapatkan penghiburan dan prostratio dalam doa.
Sejenak kemudian, ia mendengar suara malaikat pelindungnya, “Penderitaanmu akan berakhir hari ini.”
Malaikat kemudian menghilang dan rasa sakit di tangannya lenyap
seketika; lukanya telah sembuh sama sekali tanpa meninggalkan bekas
sedikit pun.
Luka
di tangan patung Bunda Maria tetap tinggal hingga kurang lebih dua
bulan tiga minggu lamanya dan lenyap dengan sendirinya pada tanggal 29
September 1973.
Pada
ibadat sore tanggal 29 September itu, seluruh komunitas melihat suatu
cahaya cemerlang yang berasal dari patung. Seketika itu juga sekujur
tubuh patung diliputi oleh suatu embun serupa keringat. Malaikat
pelindung berkata kepada Sr Agnes, “Bunda Maria bahkan terlebih sedih lagi daripada ketika ia mengucurkan darah. Keringkanlah keringatnya.”
Dari “keringat” Bunda Maria ini tercium bau harum mewangi. Para
biarawati mempergunakan gumpalan-gumpalan kapas untuk menyeka keringat.
Cahaya kemilau yang meliputi patung pun perlahan-lahan lenyap.
Menjelang
akhir Mei 1974, suatu fenomena lain terjadi. Sementara gaun dan rambut
patung tetap tampak sebagai kayu alami, tetapi wajah, kedua tangan dan
kaki Bunda Maria berubah warna menjadi gelap, coklat kemerah-merahan.
Delapan tahun kemudian, ketika sang pemahat datang untuk melihat patung
ukirannya, tak mampu ia menyembunyikan rasa terkejutnya. Hanya
bagian-bagian tubuh Santa Perawan yang kelihatan saja yang berubah
warna, dan bahkan wajahnya pun telah berubah ekspresi.
Patung
Bunda Maria mulai meneteskan airmata untuk pertama kalinya pada pagi
hari Sabtu, tanggal 4 Januari 1975. Pada siang dan sore hari yang sama,
patung kembali meneteskan airmata untuk kedua dan ketiga kalinya. Dalam
jangka waktu 6 tahun 8 bulan, dari waktu ke waktu patung Bunda Maria
meneteskan airmata; terakhir kalinya, yang ke-101 kalinya terjadi pada
tanggal 15 September 1981, pada peringatan Santa Perawan Maria
Berdukacita.
Tigabelas
hari sesudahnya, pada tanggal 28 September, Sr Agnes merasakan
kehadiran malaikat di sampingnya, di depan Sakramen Mahakudus yang
ditahtakan, pada saat doa hening sesudah pendarasan rosario bersama oleh
para biarawati di kapel. Ketika itu Sr Agnes tidak melihat sosok sang
malaikat, melainkan muncul di hadapannya suatu penglihatan misterius
akan sebuah Kitab Suci yang agung dan mulia, yang dilingkupi oleh suatu
cahaya surgawi. Malaikat memintanya untuk membaca suatu ayat dalam Kitab
Suci. Dari halaman Kitab Suci yang terbuka, Sr Agnes dapat melihat
referensinya - Kitab Kejadian bab 3 ayat 15. Kemudian ia mendengar suara
malaikat yang mengatakan, sebagai pengantar, bahwa terdapat suatu
hubungan yang luar biasa antara ayat ini dan Santa Perawan Maria yang
menangis.
Malaikat selanjutnya mengatakan, “Terdapat
suatu makna luar biasa dalam angka 101 dari patung Bunda Maria yang
menangis sebanyak seratus satu kali. Hal ini menyatakan bahwa dosa masuk
ke dalam dunia melalui seorang perempuan dan, demikian pula, melalui
seorang perempuan rahmat keselamatan masuk ke dalam dunia. Angka nol,
yang ada di antara dua “satu,” melambangkan Tuhan yang ada sepanjang
kekekalan masa. “satu” yang pertama mewakili Hawa, dan “satu” yang
terakhir mewakili Bunda Maria yang kudus.”
Kemudian malaikat meminta Sr Agnes untuk membaca kembali Kitab Kejadian bab 3 ayat 15, dan mengatakan, “Haruslah engkau menyampaikan pesan ini kepada imam Katolik yang memberikan bimbingan rohani kepadamu.” Lalu malaikat meninggalkannya. Pada saat yang sama, penglihatan akan Kitab Suci pun lenyap.
Segera
sesudah adorasi Sakramen Mahakudus, Sr Agnes bergegas menemui P Thomas
Teiji Yasuda SVD, pembimbing rohani Sr Agnes Sasagawa (beliau ditunjuk
sebagai pembimbing rohani biara di Akita oleh Uskup Ito pada tahun 1974 -
setahun sebelum patung Bunda Maria menangis). Imam membuka Kitab Suci
dan mendapati ayat yang mencatat pemakluman nubuat Tuhan kepada setan, “Aku
akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara
keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan
engkau akan meremukkan tumitnya.”
Berikut
penjelasan P Teiji Yasuda, “Adalah karena pesan malaikat, yang mengutip
Kitab Kejadian bab 3 ayat 15, maka makna luar biasa dari airmata Bunda
Maria disingkapkan. Ini berarti bahwa airmata patung Bunda Maria berasal
dari tujuan ilahi guna mengarahkan perhatian segenap umat Katolik Roma
pada sengsara Maria di kaki Salib sebagai Coredemptrix (= Penebus
Serta). Airmata mukjizat diciptakan Tuhan demi mengajarkan kepada
seluruh Gereja Katolik Roma bahwa Bunda yang kudus menderita sengsara
dan mencucurkan airmata sebagai Bunda Yesus Kristus di tengah peran
agung keikutsertaannya dalam penebusan, ketika ia memberikan persetujuan
penuh atas persembahan kurban Putranya …. St Paulus memperbandingkan
Adam yang baru, Yesus Kristus, sang Penebus, dengan Adam yang lama,
seorang pendosa. Dalam pesan Akita pada tahun 1981, Tuhan mengutus
malaikat-Nya untuk menyingkapkan perbedaan menyolok antara Hawa yang
lama, yang mencobai Adam untuk berdosa, dan Hawa yang baru, Bunda Maria
kita yang kudus, yang melahirkan sang Juruselamat. Seratus satu kali
patung menangis menunjukkan kebenaran ini, bahwa Tuhan mempersatukan
Maria sebagai bagian yang tak terpisahkan dari karya Penebusan-Nya, dari
sejak kekekalan masa.”
Keotentikan
kuasa adikodrati dari airmata yang mengalir dari patung Bunda Maria
didukung serta diperkuat oleh dua mukjizat obyektif berikut.
Ny
Teresa Chun Sun Ho, seorang ibu rumah tangga Korea Selatan, divonis
menderita kanker otak pada tahun 1981. Kesehatannya semakin memburuk
hingga ia jatuh koma dalam keadaan vegetatif. Keluarga, sanak saudara
dan sahabat memohon dengan sangat kepada Santa Perawan Maria dari Akita
demi kesembuhannya, dengan menempatkan selembar foto patung Bunda Maria
yang menangis di samping bantalnya. Pada tanggal 4 Agustus, tengah
malam, sementara Ny Teresa Chun masih dalam keadaan koma, Bunda Maria
menampakkan diri kepadanya dalam suatu penglihatan; ia tampak persis
sama seperti di Akita. Teresa disembuhkan sama sekali dari penyakitnya.
Berikut kesaksian Ny Teresa Chun, “Bunda Maria yang kudus dari Akita,
yang membopong seekor anak domba putih dalam gendongannya, menampakkan
diri kepadaku, ketika aku masih tergolek tak berdaya di pembaringan, dan
menghembusi dahiku sebanyak tiga kali. Aku melihat bulu anak domba
bergerak dan bergoyang-goyang karena kuatnya hembusan Bunda Tersuci.”
Mukjizat ini diakui kebenarannya oleh Dr Gil Song Lee dalam suatu
sertifikat kesehatan yang kemudian dikirimkan ke Tahta Suci.
Mukjizat
kesembuhan yang kedua adalah dipulihkannya Sr Agnes dari ketulian pada
tahun 1982. Sr Agnes kehilangan pendengarannya pada tanggal 16 Maret
1973. Ketika bergabung dalam komunitas, ia sama sekali tuli tanpa dapat
disembuhkan. Sr Agnes dapat berbicara dan dapat memahami pembicaraan
lewat gerakan bibir lawan bicaranya. Pada tanggal 18 Mei 1974, malaikat
pelindung mengatakan kepadanya, “Telingamu akan dibuka pada bulan Oktober. Engkau akan dapat mendengar kembali. Engkau akan disembuhkan….”
Pada tanggal 13 Oktober 1974, tepat seperti yang telah dinubuatkan
malaikat pelindungnya, Sr Agnes untuk sementara waktu memperoleh kembali
pendengarannya. Ia menjadi tuli kembali pada tanggal 7 Maret 1975. Pada
Hari Raya Kabar Sukacita 1982, ia diberitahu bahwa segera ketuliannya
akan “secara definitif disembuhkan agar karya Yang Mahatinggi digenapi.”
Tahun yang sama, pada perayaan St Yosef Pekerja, malaikat memaklumkan
kepada Sr Agnes “telingamu akan secara
definitif disembuhkan pada bulan ini yang dipersembahkan kepada Bunda
Maria. Telingamu akan disembuhkan, untuk terakhir kalinya, oleh Dia yang
sungguh hadir dalam Ekaristi.” Kedua mukjizat penyembuhan
ini terjadi tepat pada saat Pujian kepada Sakramen Mahakudus. Berikut
seperti ditulis P Teiji Yasuda SVD,
“Sembilan
tahun telah berlalu sejak ia kehilangan pendengarannya pada tahun 1973.
Pada tanggal 30 Mei, pada Hari Raya Pentakosta, ia disembuhkan secara
ajaib saat ia menerima berkat dari Sakramen Mahakudus dalam monstrans
yang saya unjukkan dalam sembah sujud Ekaristi di kapel. Begitu berkat
Sakramen Mahakudus diberikan, Sr Agnes mendengar lonceng adorasi yang
dibunyikan oleh seorang biarawati. Mukjizat kesembuhan ini disahkan
dalam suatu sertifikat kesehatan yang dikeluarkan oleh Dr Tatsuhiko Arai
dari Rumah Sakit Palang Merah Akita.”
Peristiwa
yang sungguh indah ini mengakhiri untuk selama-lamanya
penampakan-penampakan, pesan-pesan dan peristiwa-peristiwa ajaib di
Akita, yang seringkali disebut sebagai Fatima dari Timur.
Uskup
Yohanes Ito mengatur agar Profesor Sagisaka, M.D., seorang
non-Kristiani, seorang ahli dalam bidang forensik, untuk melakukan
penelitian ilmiah yang cermat serta seksama atas ketiga cairan, tanpa
menyebutkan apa dan darimana cairan itu berasal. Hasilnya adalah,
“Materia yang menempel pada kain kasa adalah darah manusia. Keringat dan
airmata yang terkandung dalam dua gumpalan kapas berasal dari manusia.”
Pada
tanggal 22 April 1984, Uskup Yohanes Shojiro Ito, ordinaris keuskupan
di mana penampakan Bunda Maria terjadi, menerbitkan sepucuk surat
pastoral di mana ia mengesahkan penghormatan kepada Bunda Tersuci dari
Akita. Dalam surat pastoral tersebut, Uskup Ito memaklumkan keotentikan
adikodrati dari ketiga pesan Bunda Maria, pesan-pesan malaikat dan
peristiwa-peristiwa adikodrati lainnya yang terjadi atas seorang
biarawati Jepang sejak 1973 di sebuah biara di Akita, Jepang Utara, yang
ada dalam wilayah keuskupannya. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20
Juni 1988, dalam kunjungan Uskup Ito ke Roma, Kardinal Joseph Ratzinger
(sekarang Paus Benediktus XVI), sebagai Prefek Kongregasi Ajaran Iman
memberikan persetujuan atas isi surat pastoral Bapa Uskup.
Berikut ketiga pesan Santa Perawan Maria dari Akita seperti yang disampaikannya kepada Sr Agnes Sasagawa:
6 Juli 1973
“Puteriku,
novisku, engkau telah mentaatiku dengan baik dalam meninggalkan segala
sesuatu demi mengikuti aku. Adakah cacat telingamu menyengsarakan?
Ketulianmu akan disembuhkan, yakinlah. Adakah luka di tanganmu membuatmu
menderita? Berdoalah demi silih bagi dosa-dosa umat manusia. Setiap
orang dalam komunitas ini adalah puteri-puteriku yang tak tergantikan.
Adakah engkau mendaraskan doa Para Abdi Ekaristi dengan baik? Jika
demikian, marilah kita mendoakannya bersama.”
“Hati
Yesus yang Mahakudus, yang sungguh hadir dalam Ekaristi Kudus, aku
persembahkan tubuh dan jiwaku untuk dipersatukan sepenuhnya dengan
Hati-Mu, yang dikurbankan setiap saat di segenap altar-altar dunia dan
yang mendatangkan kemuliaan bagi Bapa memohon datangnya Kerajaan-Nya.
Sudi terimalah persembahan diriku yang hina ini. Pakailah aku seturut kehendak-Mu demi kemuliaan Bapa dan keselamatan jiwa-jiwa.
Bunda
Allah yang Tersuci, janganlah pernah biarkan aku terpisah dari Putra
Ilahimu. Sudi belalah dan lindungilah aku sebagai Anak Kesayanganmu.
Amin.”
Ketika doa selesai didaraskan, suara surgawi itu melanjutkan,
“Berdoalah
banyak-banyak bagi Paus, para Uskup dan para Imam. Sejak pembaptisanmu,
engkau telah senantiasa dengan setia berdoa bagi mereka. Teruslah
berdoa banyak … banyak sekali. Katakanlah kepada superiormu segala yang
terjadi hari ini dan taatilah dia dalam segala hal yang ia katakan
kepadamu. Ia telah memintamu untuk berdoa dengan tekun.”
3 Agustus 1973
“Puteriku,
novisku, apakah engkau mengasihi Tuhan? Jika engkau mengasihi Tuhan,
dengarkanlah apa yang harus aku sampaikan kepadamu.”
“Sungguh teramat penting … Engkau akan menyampaikannya kepada superiormu.”
“Begitu
banyak orang di dunia ini yang menyakiti Tuhan. Aku menghendaki
jiwa-jiwa menghibur-Nya demi meredakan murka Bapa Surgawi. Aku berharap,
bersama Putraku, akan jiwa-jiwa yang akan menyilih dengan penderitaan
dan kemiskinan mereka bagi orang-orang berdosa dan orang-orang yang tak
tahu berterima kasih.”
“Agar
dunia sadar akan murka-Nya, Bapa Surgawi bersiap untuk mendatangkan
suatu penghukuman besar atas umat manusia. Bersama Putraku, aku telah
begitu banyak kali campur tangan demi meredakan murka Bapa. Aku
menghalangi datangnya malapetaka dengan mempersembahkan kepada-Nya
sengsara Putra di Salib, Darah-Nya yang Mahasuci, dan jiwa-jiwa terkasih
yang menghibur-Nya, yang membentuk suatu himpunan jiwa-jiwa yang
berkurban. Doa, penitensi dan kurban-kurban yang gagah berani dapat
meredakan murka Bapa. Aku menghendaki ini juga dari komunitas kalian …
agar ia mencintai kemiskinan, agar ia menguduskan diri dan berdoa demi
silih bagi rasa tidak tahu terima kasih dan kekejian begitu banyak
orang.”
“Daraskanlah
doa Para Abdi Ekaristi dengan pemahaman penuh akan maknanya;
amalkanlah; persembahkanlah demi silih (apapun yang Tuhan kirimkan) bagi
dosa-dosa. Biarlah tiap-tiap orang berjuang menurut kapasitas dan
posisi masing-masing, untuk mempersembahkan diri sepenuhnya kepada
Tuhan.”
“Bahkan
dalam suatu biara sekulir pun doa diperlukan. Jiwa-jiwa yang rindu
berdoa sudah berada di jalan bersatu bersama. Tanpa terlalu terikat pada
bentuk, setialah dan bertekunlah dalam doa demi menghibur sang Tuan.”
Setelah hening sejenak:
“Adakah
yang engkau pikirkan dalam hatimu itu benar? Adakah engkau sungguh
memutuskan untuk menjadi batu yang dibuang? Novisku, engkau secara terus
terang rindu untuk menjadi milik Kristus, menjadi mempelai yang pantas
bagi sang Mempelai, engkau berkaul dengan sadar sepenuhnya bahwa engkau
harus tergantung pada Salib dengan tiga paku. Ketiga paku ini adalah
kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Dari ketiga itu, ketaatan adalah
fondasinya. Dalam penyerahan diri secara total, berikanlah dirimu
dibimbing oleh superiormu. Ia akan tahu bagaimana memahamimu dan
mengarahkanmu.”
13 Oktober 1973
Sr
Agnes mengatakan, “Pada hari Sabtu, 13 Oktober 1973, pada hari
peringatan penampakan terakhir di Fatima, patung mulai memancarkan bau
harum surgawi itu. Aku berlutut, mengambil rosario dan menandai diri
dengan Tanda Salib. Sekonyong-konyong, dengan telingaku yang tuli, aku
dapat mendengar suatu suara nan merdu tak terperi yang berasal dari
patung.”
“Puteriku
terkasih, dengarkanlah dengan seksama apa yang harus kusampaikan
kepadamu. Engkau akan menyampaikannya kepada superiormu.”
Setelah hening sejenak:
“Seperti
telah kukatakan kepadamu, jika manusia tidak bertobat dan memperbaiki
diri, Bapa akan mendatangkan suatu penghukuman yang ngeri atas segenap
umat manusia. Suatu penghukuman yang lebih dahsyat dari air bah, seperti
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Api akan jatuh dari langit dan
akan membinasakan sebagian besar umat manusia, yang baik maupun yang
jahat, tanpa mengecualikan baik para imam maupun umat beriman. Mereka
yang selamat akan mendapati diri begitu putus asa hingga mereka akan iri
pada yang tewas. Satu-satunya senjata yang akan tetap ada padamu adalah
Rosario dan Tanda yang ditinggalkan oleh Putraku. Setiap hari
daraskanlah rosario. Dengan rosario, berdoalah bagi Paus, para Uskup dan
para Imam.”
“Karya
setan akan merembes bahkan ke dalam Gereja begitu rupa hingga orang
akan melihat kardinal melawan kardinal, uskup melawan uskup. Para imam
yang menghormatiku akan dicemooh dan ditentang oleh rekan-rekan mereka …
gereja-gereja dan altar-altar dihancurkan; Gereja akan dipenuhi dengan
mereka yang menerima kompromi dan iblis akan menekan banyak imam dan
jiwa-jiwa yang dipersembahkan bagi Tuhan agar mereka meninggalkan
pelayanan bagi Tuhan.”
“Setan
akan tanpa ampun khususnya dalam melawan jiwa-jiwa yang dipersembahkan
bagi Tuhan. Pemikiran akan hilangnya begitu banyak jiwa adalah penyebab
kesedihanku. Jika dosa meningkat dalam jumlah dan dalam kekejiannya,
tidak akan ada lagi ampun bagi mereka.”
“Dengan
gagah berani, sampaikanlah kepada superiormu. Ia akan tahu bagaimana
mendorong masing-masing kalian untuk berdoa dan melakukan tindak silih.”
Mgr. Yohanes Shojiro Ito
|
Sr. Agnes Sasagawa
|
“Ialah Uskup Ito, yang akan membimbing komunitas kalian.”
Santa Perawan tersenyum dan lalu melanjutkan,
“Apakah
masih ada sesuatu yang hendak engkau tanyakan? Hari ini adalah yang
terakhir kalinya aku berbicara kepadamu dalam suara yang hidup. Sejak
saat ini engkau akan taat kepada dia yang diutus kepadamu dan kepada
superiormu.”
“Berdoalah
rosario banyak-banyak. Aku sendiri masih dapat menyelamatkan kalian
dari malapetaka yang akan datang. Mereka yang mempercayakan dirinya
kepadaku akan diselamatkan.”
sumber : 1.
“Our Lady of Akita”; www.catholictradition.org; 2. “Sr Agnes Sasagawa”;
www.ewtn.com; 3. “The Message of Mary Co-redemptrix at Akita and the
Proposed Marian Dogma Written by Fr Thomas Teiji Yasuda, SVD”; 4.
berbagai sumber
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
0 komentar:
Posting Komentar